Kamis, 12 Januari 2012

Pendidikan Hanya "Menyentuh" Mereka yang Mampu


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat pendidikan Universitas Negeri Jakarta, Soedijarto, mengatakan, pendidikan di Indonesia saat ini masih berada pada level pendidikan semesta. Pada level ini, menurut dia, pendidikan hanya untuk golongan mampu. Pemerintah dinilai gagal mewujudkan wajib belajar sembilan tahun yang bermutu, adil, dan bebas biaya.

Menurut dia, semua siswa berbagai latar belakang berhak mengenyam pendidikan dasar sembilan tahun yang dibiayai pemerintah, seperti diamanatkan UUD 1945.

Kenapa pemerintah membiarkan terjadi pungutan disana sini? Pemerintah gagal membendung terjadinya pungutan, karena wajib belajar itu harus gratis 100 persen

"Tetapi, kenapa pemerintah membiarkan terjadi pungutan di sana-sini. Pemerintah gagal membendung terjadinya pungutan karena wajib belajar itu harus gratis 100 persen," kata Soedijarto, Senin (26/12/2011) di Jakarta.

Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini menjelaskan, untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun, pemerintah seharusnya mengacu pada negara-negara maju, seperti Amerika dan Jerman. Di negara tersebut, anak usia sekolah mendapatkan pengawasan yang lebih ketat. Jika ada anak usia sekolah yang berkeliaran di luar sekolah pada jam belajar, anak tersebut akan "ditangkap" dan orangtuanya dipanggil.

"Tapi wajib belajar di Indonesia ini lain. Masih banyak anak usia sekolah yang putus atau tidak melanjutkan dan bebas berkeliaran di jalan. Itulah mengapa saya sebut pendidikan kita adalah pendidikan semesta," ungkapnya.

Mengapa bisa terjadi?
Soedijarto berpendapat, semua yang terjadi dipicu karena pemerintah tidak mampu menghitung berapa dana pendidikan yang diperlukan, khususnya untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun. Ia menuding, selama ini pemerintah hanya sebatas melaksanakan UU untuk mengalokasikan sekurang-kurangnya 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada pendidikan tanpa menghitung berapa yang diperlukan.

Dari alokasi 20 persen itu, kata dia, lebih dari setengahnya habis untuk menggaji guru. Hal itu berimbas pada kurangnya dana pendidikan yang dimiliki pemerintah sehingga pendidikan menjadi tidak gratis dan masyarakat ekonomi lemah tidak sanggup memenuhinya.

"Pemerintah jangan hanya menganggarkan 20 persen tanpa menghitung keperluan untuk mewujudkan wajib belajar sembilan tahun," ungkapnya.

Tekan angka putus sekolah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh saat diwawancara Kompas.com, pekan lalu, mengungkapkan, kementerian memang menjadikan persoalan wajib belajar sembilan tahun sebagai hal yang substantif dan harus diselesaikan.

Menurut dia, ada pergeseran paradigma bahwa pada akhir abad ke-20, pembangunan ekonomi berbasis sumber daya kekayaan alam akan bergeser ke pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan, yaitu pendidikan.

"Akhirnya, di situlah mengapa urusan wajar sembilan tahun harus dituntaskan," kata Nuh.

Ke depannya, dengan peningkatan alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS), ia mengatakan, tak boleh ada anak tidak mengenyam pendidikan.

"Intinya semua harus sekolah. Oleh karena itu, kita juga persiapkan wajib belajar 12 tahun yang dirintis tahun 2012. Untuk itu, kita siapkan semuanya, baik gurunya, sarana, dan prasarana," ujarnya.

Pada tahun 2012, ada kenaikan unit cost, yaitu bagi siswa SD dari Rp 380.000 menjadi Rp 510.000. Sementara bagi siswa SMP, dari Rp 580.000 menjadi Rp 710.000. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga akan merintis dana BOS bagi siswa SMA pada 2012 mendatang.

==============================

Pendidikan Masyarakat di Indonesia



        Menurut saya, pendidikan merupakan suatu kebutuhan primer bagi seluruh masyarakat di dunia. Akan tetapi, pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Banyak sekali anak-anak yang tidak mengecam pendidikan 9 tahun ataupun putus sekolah hanya karena ketidakcukupan dalam hal ekonomi. Sehingga mereka lebih memilih untuk bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pekerjaan merupakan hal yang sangat berkaitan dengan pendidikan, sehingga mereka anak anak yang putus sekolah hanya bekerja seadanya. Mengamen dan sebagainya.
        Pemerintah memang sudah memberikan dana BOS untuk mempermudah pendidikan masyarakat. Akan tetapi bantuan tersebut tidak efisien. Karena banyaknya masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan. Menurut saya, pemerintah belum sepenuhnya mengatasi masalah pendidikan di Indonesia. Di berbagai pelosok negeri ini juga sangat kurang akan mutu pendidikan.
        Seharusnya, pemerintah membuat sekolah sekolah untuk orang-orang yang tidak mampu. Memberikan perhatian yang lebih untuk mereka yang nantinya menjadi “Penerus Bangsa” di negeri ini. Setidaknya agar seluruh anak negeri ini mengecam pendidikan minimal 9 tahun agar nantinya mereka memiliki kehidupan yang layak.

Tugas #ISD4

Air Jakarta Utara 60 Persen Cemar Berat

JAKARTA, KOMPAS.com — Bukan hal baru kalau kualitas air di Jakarta sangat buruk. Namun, apakah kita tahu kalau tingkat pencemaran air di Jakarta Utara sudah sampai pada tahap cemar berat, mencapai 60 persen?

Angka itu berdasarkan data 2008 yang ditunjukkan oleh Sub Bidang Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah DKI (BPLHD) Fitratunnisa ketika ditemui di ruang kerjanya setelah konferensi pers Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta, Rabu (25/3).

Dari data itu kondisi air di Jakarta Utara yang masih baik hanya 7 persen saja, 7 persen cemar sedang, dan 27 persen cemar ringan. Di Jakarta Pusat, cemar berat 36 persen, 9 persen cemar sedang, 36 persen cemar ringan, baik 18 persen. Untuk Jakarta Barat, 7 persen cemar berat, 27 persen cemar sedang, 40 persen cemar ringan, dan 27 persen baik. Air di Jakarta Timur, 6 persen cemar berat, 12 persen cemar sedang, 53 persen cemar ringan, dan 29 persen baik.

Sedangkan di Jakarta Selatan yang merupakan wilayah tangkapan air memiliki tingkat kecemaran air yang rendah. Cemar ringan ada 47 persen, cemar sedang 18 persen, dan 35 persen baik. "Di Jakarta Selatan tidak ada yang cemar berat," kata Fitratunnisa.

BPLHD, lanjutnya, peduli dengan persolan ini. Sebagai langkah konkret untuk menyikapi pencemaran air yang sudah parah, BPLHD mendukung kegiatan jalan santai dalam rangka Gerakan Hemat Air untuk memperingati Hari Air Sedunia.

"Ini bertepatan dengan HBKB (Hari Bebas Kendaraan Bermotor pada 29 Maret 2009). Rencananya start di Sarinah ke HI, lalu kembali lagi ke Sarinah," ungkap Fitratunnisa.

Jalan santai itu, katanya, akan diikuti oleh Asosiasi Air yang terdiri dari PD PAL, Aetra, Palija, PAM JAYA, dan Apatindo (Asosiasi Pengeboran Air Tanah Indonesia).

"Mereka ini akan mengampanyekan hemat air dan ikut mencegah pencemaran air," katanya. Para peserta jalan santai ini, lanjut Fitratunnisa, akan membagikan leaflet, brosur, stiker kepada masyarakat guna mengampanyekan kepedulian terhadap air.

"Kami harapkan mereka juga membuka stand di HI," katanya. Kegiatan ini, sebagaimana dikatakan Fitratunnisa, turut mendukung Keputusan Gubernur Nomor 42 Tahun 2001 yang salah satu isinya adalah usaha penyelamatan air melalui 5R.

"5R itu ReduceReuseRecycleRecharge dan Recovery. Dua yang terakhir adalah usaha pemulihan, misalnya dengan pembuatan lubang biopori dan sumur resapan. Sedangkan contoh recycle yaitu dengan memanfaatkan air mandi untuk menyiram tanaman atau nyuci kendaraan," pungkasnya.

======================

 Pencemaran Air di Indonesia


                 Pencemaran dapat diartikan suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Perubahan ini mengakibatkan menurunnya kualitas air hingga ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya. Air biasanya disebut tercemar ketika terganggu oleh kontaminan antropogenik dan ketika tidak bisa mendukung kehidupan manusia.

Pencemaran air, baik sungai, laut, danau maupun air bawah tanah, semakin hari semakin menjadi permasalahan di Indonesia sebagaimana pencemaran udara dan pencemaran tanah. Mendapatkan air bersih yang tidak tercemar saat ini bukan hal yang mudah lagi. Bahkan pada sungai-sungai di lereng pegunungan sekalipun. Pencemaran air di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas manusia, antara lain :
1.       Limbah pemukiman
2.      Limbah pertanian, dan
3.      Limbah industri termasuk pertambangan.

Indonesia menempati urutan kedua setelah Tiongkok, sebagai negara dengan angka kematian diare terbanyak di Asia. Hal ini akibat masih kurangnya perhatian pada masalah kebersihan lingkungan. Seperti pemberitaan di Kompas, 70% sungai di Indonesia telah tercemar (http://nasional.kompas.com/read/2008/11/05/14401055/70.persen.sungai.indonesia.tercemar).

Pencemaran di Indonesia sangat berhubungan dengan kesehatan masyarakat di Indonesia yang sebagian penduduknya tinggal di area sekitar sungai. Akan tetapi hal itu juga dikarenakan oleh masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung telah mencemari air tersebut.

Dari beberapa hal yang saya kutip diatas, pencemaran saat ini bukanlah suatu permasalahan yang dapat dianggap sepele oleh Pemerintah. Bahkan bukan hanya Pemerintah saja tetapi juga oleh seluruh masyarakat yang menempati Indonesia. Karena, pencemaran air disebabkan oleh aktifitas manusia yang terkadang menganggap sepele tentang “sampah”. Kebanyakan masyarakat di pinggir sungai,  menganggap sungai sebagai tempat pembunagan sampah yang akhirnya menyebabkan air sungai terkontaminasi. Air yang telah terkontaminasi, dan diserap oleh tubuh, akan menimbulkan berbagai penyakit untuk manusia yang berujung pada kematian. Tingkat kematian di Indonesia sebagain juga dikarenakan oleh pencemaran air.


Selain itu juga, limbah pemukiman, pabrik dan pertambangan. Seharusnya limbah terrsebut di kumpulkan di suatu tempat yang nantinya akan diolah agar saat pembunagan ke sungai tidak mencemari air. Pemerintah harusnya membuat sebuah program bulanan di dareah daerah yang mengharuskan masyarakat untuk peduli akan lingkungan sekitar, khususnya daerah sungai, danau, dan laut.